MANADO– Dalam rangka memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang partisipasi politik warga gereja khususnya pemuda, serta memahami dinamika, tantangan serta peran pemuda gereja menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, Komisi Pelayanan Pemuda Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) melaksanakan diskusi virtual dengan tema pemuda gereja dalam pusaran politik menjelang Pilkada 2020, Sabtu (1/8/2020).
Ketua Komisi Pelayanan Pemuda Sinode GMIM Pnt dr Pricillia Tangel mengawali diskusi ini mengatakan menghadapi Pilkada ini sebagai pemuda gereja harus tetap menjaga jati diri dan dewasa dalam berpolitik.
“Artinya kita harus memiliki kesadaran ikut serta mensukseskan pilkada 2020 dengan baik dan benar, memiliki daya kritis dalam menentukan pilihan, bijak dan santunlah dalam bermedsos, serta menghormati dan menghargai perbedaan pilihan politik masing-masing,” kata Pricillia.
Diskusi ini berjalan menarik setelah narasumber yakni Pdt. Tonny Kaunang mewakili Badan Pekerja Majelis Sinode GMIM, Ferry Daud Liando selaku akademisi Unsrat, Herwyn Malonda selaku Ketua Bawaslu Sulut menyampaikan materinya dan ditanggapi oleh Marhany Pua dan Franky Mocodompis selaku senior Pemuda GMIM serta ikuti pertanyaan-pertanyaan dari peserta diskusi.
Menurut Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Komisi Pelayanan Pemuda Sinode GMIM Pnt Rovan Kaligis, SH mengatakan, kesimpulan dari diskusi virtual ini yakni; pertama berpolitik adalah proses untuk memilih pemimpin yang yang baik dan benar. Kedua, pemuda gereja jangan menjauhkan diri dari politik untuk mewujudkan nilai-nilai alkitabiah dalam negara. Ketiga, pemuda gereja harus menyebar kemana-mana, tapi jangan menggunakan institusi gereja untuk kepentingan politik. keempat, pemuda gereja unggul dalam wawasan politik, IPTEK dan pelayanan. kelima, pemuda gereja harus menjadi fasilitator penyelesaian konflik dalam pilkada serta mengedukasi masyarakat demi terwujudnya Pilkada yang taat azas LUBER dan JURDIL. Keenam,
pemuda gereja menolak politik uang atau politik transaksional. Ketujuh, proses menghasilkan pemimpin yang baik perlu ditingkatkan dan menghilangkan praktek menghalalkan segala cara dalam mencari pemimpin yang dianggap baik. Kedelapan, gereja secara institusi berpotensi dimanfaatkan karena struktur yang sudah tersusun rapih, adanya tokoh-tokoh dan simbol untuk kepentingan elektoral. Kesembilan, gereja menjadi transformer politik; menghasilkan pemimpin bukan hanya mengejar kekuasaan tetapi menghadirkan kesejahteraan. kesepuluh, memahami dan menerima perbedaan pilihan politik adalah cerminan kedewasaan dalam politik.
(YMP)