MANADO, Manadosulutnews – Maraknya Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Perguruan Tinggi dilaporkan terjadi di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, yang mana membuat Unsrat mendapat banyak sorotan dari beberapa pihak, salah satunya Aliansi Organiasi Mahasiswa yang merupakan representasi Mahasiswa.
Menyikapi hal itu, Belakangan diketahui Unsrat telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 404/UN12/HK/2022 terkait struktur Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) untuk mencegah terjadinya kembali kekerasan seksual di salah satu Universitas terbaik di Sulawesi utara ini.
Namun SK tersebut masih menjadi polemik di kalangan Mahasiswa, di mana banyak yang mempertanyakan terkait Transparansi Prosedur pembentukan Satgas, kualitas dan krediblitas unsur Mahasiswa yang ada dalam Satgas serta tidak sesuainya prosedur pembentukan Satgas berdasarkan Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021.
Melihat kasus tersebut, Komisariat Justitia Unsrat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Manado mendorong Rektor Unsrat untuk meninjau kembali SK yang dikeluarkan tersebut, karena masih menjadi polemik di kalangan Mahasiswa Unsrat.
Ketua Komisariat Justitia Gamaliel Lapod, S.H, mempertanyakan apakah Unsrat benar-benar peduli terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang seharusnya diimplementasikan berdasarkan Permendikbud No. 30 Tahun 2021.
Saat diwawancarai Manadosulutnews pada Minggu, (06/03/2022). Lapod mengatakan, bahwa berdasarkan Pasal 23 Ayat (2) Permendikbud No. 30 Tahun 2021 seharusnya ada pembentukan panitia seleksi terlebih dahulu agar bisa menjamin kualitas dan kredibilitas Tim atau Anggota Satgas.
“Harusnya pihak Universitas harus bentuk dulu panitia seleksi agar supaya bisa menjamin kualitas dari Satgas tersebut,” tegas Lapod.
Disamping itu, Kabid Aksi dan Pelayanan Nelson Gulo juga mempertanyakan terkait dengan transparansi prosedural dan pertimbangan serta kualitas pemilihan Anggota Satgas PPKS yang tercantum pada SK Rektor Unsrat No : 404/UN12/HK/2022.
Masih dengan kasus tersebut, Sekfung Perguruan Tinggi Jovano Apituley pun angkat bicara. Menurut dia, Unsrat juga harus melihat syarat panitia seleksi sebagaimana yang tercantum pada Pasal 24 Ayat (4) Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021.
“Unsrat harus perhatikan peraturan yang dikeluarkan oleh Kemendikbud yaitu di antaranya, Anggota Satgas harus pernah melakukan kajian tentang kekerasan seksual, gender, dan disabilitas, dan pernah mengikuti Organisasi di dalam atau luar Kampus yang fokusnya di isu Kekerasan Seksual, gender, atau disabilitas,” ujar Apituley.
Selanjutnya, Sektretaris Komisariat Justitia Krisye Kalengkongan, S.H., menegaskan bahwa Unsrat harus memperhatikan Pasal 25 Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 yang mengatur tentang tata cara pembentukan dan rekrutmen keanggotaan panitia seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sebelumnya.
“Dikarenakan masih banyak Civitas Akademika yang belum banyak tau dengan Permendikbud No. 30 Tahun 2021, yang seharusnya harus ada sosialisasi Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 tingkat Universitas yang bisa menjangkau semua Fakultas dalam naungan Unsrat dan harus meninjau kembali SK Rektor Unsrat No. 404/UN12/HK/2022,” tegas Kalengkongan.
Komisariat Justitia sangat menyangkan hal tersebut jika Unsrat tidak memperhatikan Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 sebagai Landasan Hukum (Legal Basis) untuk bergerak dalam membasi predator kekerasan seksual.
“Karena jika Unsrat tidak memperhatikan dan mengimplementasikan peraturan ini, Unsrat sudah ditunggu dengan sanksi administratif sebagaimana yang tercantum pada Pasal 13 Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021,” pungkas Gamaliel Lapod didampingi oleh Krisye Kalengkongan, Nelson Gulo, dan Jovano Apituley.
(Redaksi : Gama)