MINSEL, MSN – Kepala Bappelitbangda Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) Brando Tampemawa menekankan, penanganan Stunting di Minsel merupakan tanggung jawab bersama.
Menurut dia, Stunting bukan hanya tugas pemerintah saja, tapi juga dibutuhkan peran serta masyarakat dan seluruh elemen pemerintah daerah termasuk pihak Legislatif.
Penekanan ini disampaikan Tampemawa pada Rapat Koordinasi Dalam Rangka Launching Gerakan Nasional Intervensi Serentak Pencegahan Stunting Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2024, bertempat di Ruang Rapat Bupati Minahasa Selatan, Jumat (31/05/2024).
“Penanganan stunting bukan hanya tugas Pemerintah saja tapi juga peran serta masyarakat bersama elemen pemerintahan daerah terkait seperti DPRD,” tegas Tampemawa.
Diketahui, Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, ditandai dengan panjang atau tinggi badan di bawah standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
Penyebabnya antara lain, kurang gizi dalam waktu lama sejak dari kandungan, pola asuh yang kurang efektif, pola makan, kondisi orang tua baik fisik dan umur, lingkungan, sanitasi, perkawinan di bawah umur dan lain-lain. Sedangkan Prevalensi Stunting adalah jumlah keseluruhan permasalahan Stunting yang terjadi pada waktu tertentu di sebuah daerah.
Data Prevalensi Stunting dihitung berdasarkan Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023, di mana Survei Kesehatan Indonesia (SKI) merupakan survei yang mengintegrasikan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGI).
SKI menilai capaian hasil pembangunan kesehatan yang dilakukan pada kurun waktu 5 tahun terakhir di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, prevalensi stunting Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2019 sebesar 37,2; Tahun 2022 tidak ada dikarenakan Covid, tahun 2021 sebesar 24,2; Tahun 2023 sebesar 19,2 dan tahun 2024 sebesar 26,4.
Mengenai hal ini, Tampemawa juga menjelaskan, berdasarkan SKI, balita stunting di Minahasa Selatan merupakan akibat dari permasalahan kesehatan kurun waktu 5 -10 tahun lalu, atau terbawa dari kasus stunting pada tahun-tahun sebelumnya.
“Karena pada waktu itu belum ada program-program seperti program persiapan remaja putri, tablet penambah darah, posyandu remaja, dan skrening anemia. Program tablet tambah darah nanti dimulai 2019, Posyandu remaja tahun 2021 dan skrening anemia tahun 2022,” jelas Tampemawa.
Selain itu menurut dia, bayi stunting pada masa tersebut yang mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat kekurangan gizi kronis yang saat ini berumur di atas 2 tahun.
“Hal itu sudah sangat sulit untuk diintervensi agar bisa lepas dari kondisi stunting. Kondisi inilah yang turut menyumbang meningkatnya prevalensi stunting di Kabupaten Minahasa Selatan,” pungkasnya.
(Stev/*)