JAKARTA– Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pemeriksaan dan Pengawasan Tata Niaga Impor Setelah Melalui Kawasan Pabean (Post Border). Penerbitan Permendag tersebut merupakan pembaruan Permendag Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Tata Niaga Impor Di Luar Kawasan Pabean (Post Border).
Permendag Nomor 51 Tahun 2020 diterbitkan untuk meningkatkan efektivitas pemeriksaan dan pengawasan tata niaga impor setelahmelalui kawasan pabean. Permendag tersebut berlaku efektif mulai 25 Agustus 2020. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Veri Anggrijono saat membuka sosialisasi Permendag 51 Tahun 2020 secara virtual di Jakarta, pada Selasa (7/7).
“Pembaruan kebijakan pelaksanaan kegiatan pengawasan perdagangan, khususnya dalam melakukan pemeriksaan dan pengawasan post border, perlu dilakukan.
Hal ini untuk menyesuaikan dan meningkatkan efektivitas pemeriksaan sertapengawasan tata niaga impor setelah melalui kawasan pabean. Dengan diterbitkannya Permendag 51 Tahun 2020, maka Permendag Nomor 28 Tahun 2018 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,”jelas Veri.Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan sosialisasi ini, antara lain Direktur Teknis Ditjen Bea dan Cukai Fadjar Donny, Direktur Efisiensi Proses Bisnis Lembaga National Single Window (LNSW) Hermiyana, serta Direktur Tertib Niaga Sihard Hadjopan Pohan.
Bertindak sebagai moderator yaitu Sekretaris Ditjen PKTN Chandrini Mestika Dewi.Veri menjelaskan, terdapat sejumlah perubahan dari permendag sebelumnya. Perubahan tersebut di antaranya pencabutan persyaratan deklarasi mandiri (self declaration/SD). Persyaratan SD diganti dengan kewajiban pemenuhan persyaratan impor, yaitu mencantumkan data persyaratan impor dalam dokumen pemberitahuan impor baramg (PIB) berupa nomor dan tanggal atas dokumen persetujuan impor (PI) dan/atau laporan surveyor (LS).
Dokumen ini sesuai dengan masing-masing larangan atau pembatasan (lartas) yang telahdiberlakukan tata niaga Impor di masing-masing komoditas dan diatur di tingkat Peraturan Menteri Perdagangan. Pada Permendag ini, lanjut Veri, pelaku usaha dapat dikenakan sanksi apabila dalam melakukan proses importasi tidak atau salah mencantumkan data persyaratan impor dalam PIB, dan/atau mencantumkan jumlah atau volume impor barang dalam PIB yang tidak sesuai dengan jumlah dan/atau satuan ukuran yang dinyatakan dalam PI dan/atau LS. Sanksi yang dikenakan berupa sanksi administratif.
“Mekanisme post border bertujuan mempermudah pelaku usaha dalam tata niaga impor serta menciptakan kesetaraan dalam berusaha bagi para pelaku usaha. Namun, sebagai konsekuensinya Kementerian Perdagangan akan memperketat pengawasan barang impor setelah melalui kawasan pabean,”tandas Veri.
Pohan menambahkan, dalam implementasinya, Kementerian Perdagangan bersama kementerian dan lembaga teknis terkait akan terus melakukan pengawasan terhadap potensi pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya terkait dengan post border.
“Sebelum Permendag ini berlaku, diharapkan para pelaku usaha dapat memahami ketentuan-ketentuan dalam pemeriksaan dan pengawasan post border ini,”katanya.
Sementara itu, Donny menyampaikan prinsip kebijakan post borderbertujuan untuk memperlancar arus barang, mempermudah penggunaan barang, memenuhi dokumen perizinan, melakukan pengawasan oleh kementerian dan lembaga penerbit perizinan. Namun demikian, prinsip post bordertidak menghilangkan syarat impor. Untuk itu, pelaku usaha diharapkandapat memenuhi syarat-syarat impor yang telah ditentukan. Selain itu, diperlukan dukungan dan kerja sama para pemangku kepentingan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, khususnya importir.
Di sisi lain, Hermiyana mengungkapkan, LNSW mendukung implementasi Permendag 51 Tahun 2020. Namun demikian, pelaku usaha membutuhkan kebijakan yang sederhana dan terintegrasi untuk memudahkan layanan arus barang.
(Budi)