MINAHASA, Manadosulutnews – Rafael Josef Messiano Longginus Gesimaking membuat terkesima penonton, juri, panitia dan bahkan para peserta lainnya saat tampil sebagai salah satu peserta Lomba Tutur Cerita Rakyat Regional II Tingkat Sekolah Dasar (SD) Kelas 3-6, meliputi Kabupaten Minahasa dan Minahasa Tenggara serta Kota Tomohon, yang digelar di RBN Wale Mazani Tomohon, Rabu (15/09/2021).
Pasalnya, siswa SD Katolik Santo Fransiskus Xaverius Pineleng ini merupakan satu-satunya peserta yang tampil membawa tombak dan mengenakan pakaian adat perang khas suku Minahasa yang disebut ‘Kabasaran’. Pakaian perang itu penuh dengan tengkorak serta dilengkapi dengan ikat kepala dan kalung tanduk rusa dan taring babi hutan yang tentunya sarat makna budaya.
Penampilannya ini membuat penonton yang adalah orang tua siswa berebut foto bareng Rafael. Bahkan ketika hendak naik panggung, ia masih harus melayani permintaan orang tua siswa untuk berfoto.
Bahkan setelah memperkenalkan diri di depan juri dan penonton, dan hendak naik ke atas pangung, tiba-tiba Rafael melepas pakaian perang ‘kabasaran’ itu dan menggantikan dengan pakaian berburu. Aksi siiswa asal Desa Pineleng Dua Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa ini membuat penasaran penonton, juri dan panitia. Ternyata Rafael membawakan cerita rakyat Minahasa dengan judul “Kisah Sigarlaki dan Limbat”, di mana Sigarlaki adalah seorang pemburuh.
Tak pelak, aksi anak pertama dari pasangan Simon Gesimaking dan Janti Koraag di atas panggung ini membuat mata ketiga juri masing-masing DR Ivan Kaunang, M.Hum., Dr Denny Pinontoan,Th., dan Hendra Zoenardjy serta para penonton tak berpaling. Rafael tampak begitu semangat dan tampil baik. Tak ada keraguan dan rasa takut dalam diri kakak dari Rachel Maria Fransiska Gesimaking ini selama di atas panggung.
Dan yang tak kalah mengejutkan, pembawa acara sekaligus panitia pelaksana Inggrid Pangkey SPd., mengapresiasi penampilan Rafael dan mengumumkan bahwa Rafael merupakan peserta termuda dalam lomba budaya tersebut. Rafael tercatat sebagai satu-satunya siswa kelas 3 yang ikut dalam lomba ini dan harus bersaing dengan peserta lain yang kebanyakan kelas 5 dan 6.
Belum lagi, menurut penuturan ibunya Janti Koraag ini merupakan pertama kalinya Rafael mengikuti lomba seperti ini.
“Dalam lomba ini Rafael dan peserta lain harus membawakan cerita rakyat tanpa menggunakan teks di atas panggung dengan durasi waktu 7 menit. Ini tidak mudah seusia dia apalagi Rafael harus bersaing dengan kakak-kakak kelas yang usianya di atas dia dan yang berasal dari sekolah yang biasa mengikuti lomba dan selalu menjadi langganan juara dalam banyak iven sebelumnya,” bebernya.
Janti Koraag mengaku sempat kuatir, apalagi sehari sebelum lomba Rafael sempat sakit. Belum lagi ia melakukan persiapan berupa latihan hanya dua hari menjelang lomba. “Tapi hingga akhir penampilannya Rafael boleh menyampaikan cerita tersebut dengan baik dan lancar,” paparnya.
Menariknya, menurut Janti Koraag, putranya ini di sekolah memang selalu meraih juara pertama akademik dari PAUD, TK hingga naik Kelas 3 SD, namun tergolong anak pendiam dan pemalu. “Makanya kami orang tua kaget waktu Rafael mengatakan dia mau mengikuti Lomba Tutur Cerita Rakyat,” kenangnya.
Janti Koraag mengaku awalnya dia dan suaminya ragu sehingga berulang kali menanyakan kepada Rafael tentang keseriusannya mengikuti lomba. “Tapi Rafael begitu yakin sehingga kami pun mendaftarkan dia mengikuti lomba lini. Dan hasilnya luar biasa,” tukasnya.
Bahkan, tutur Janti Koraag, sejak jam 6 pagi anaknya ini telah bersiap-siap untuk pergi ke lokasi yang jaraknya cukup jauh. Dan sesampainya di lokasi Rafael menjadi peserta pertama datang di lokasi sesuai waktu lomba yang sudah ditetapkan pukul 09.00 Wita, padahal dia mendapat nomor urut 14.
“Ini semua berkat pertolongan Tuhan dan dukungan keluarga besar, serta juga karena tekadnya yang kuat untuk mengikuti lomba sehingga anak kami mampu menyelesaikan dengan baik dan maksimal,” paparnya.
Janti Koraag mengaku senang dan bangga menyaksikan anaknya bisa ikut dalam lomba ini serta mencintai cerita rakyat di daerahnya dan nilai-nilai budaya yang saat ini sangat jauh bahkan hilang dari kehidupan anak-anak.
“Rafael memang belum meraih juara dan tidak masuk 3 besar yang akan diutus mengikuti lomba yang sama di tingkat Provinsi Sulut. Tapi sebagai orang tua kami bangga dan bersyukur anak kami bisa tampil baik di lomba untuk pertama kalinya di usia 8 tahun. Ini sebuah awal yang baik untuk ke depannya,” tandas Janti Koraag.
Ia mengapresiasi Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Sulut yang menyelenggarakan kegiatan lomba ini.”Semoga ke depan lomba ini bisa digelar setiap tahun di masing-masing kabupaten/kota agar semakin banyak anak yang mengetahui dan mencintai budayanya khususnya cerita rakyat daerahnya,” tandas wanita cantik ini.
Sementara itu, Rafael ketika diwawancara sebelum lomba mengaku senang bisa mengikuti lomba.”Senang. Ini pertama kali Rafael ikut lomba. Rafael nda takut. Tadi so berdoa,” kata Rafael sebelum lomba.
Uniknya, ketika ditanya mengenai cita-cita, siswa kelahiran 11 April 2013 ini menjawab ingin menjadi seorang polisi. “Jadi polisi,” katanya singkat.
(Stev)