MINUT–Pembangunan objek wisata yang sudah direklamasi di Desa Minaesa Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara diduga merusak mangrove.
Selain merusak mangrove yang berada sekitaran persisir pantai itu, pembangunan tersebut juga diduga tidak mengantongi izin.
Padahal dampak negatif dari reklamasi tersebut yakni memberikan permasalahan fisik sosial dan ekonomi bagi masyarakat pantai. Terganggunya aliran air ke tambak dapat berakibat kematian ikan yang sering diartikan sebagai berkurangnya sumber pendapatan nelayan dan membunuh biota lainnya di sekitar wilayah tersebut. Namun yang paling merugikan adalah hilangnya tempat
berpijah bagi ikan-ikan tertentu di kawasan
tersebut terutama bila proses reklamasi
mengurug sebagian atau seluruh hutan bakau.
Saat dikonfirmasi Hukum Tua Desa Minaesa Saprin Fanah mengantakan, untuk izin dari pembangunan tersebut dia mengaku tidak tau menau.
“Dari awal sebelum saya menjadi hukum tua, tempat itu sudah ada. Namun untuk pembangunannya saya tidak tau, minta izinya ke siapa saya tidak tau,” katanya
Ketika ditanyai pemilik tempat tersebut, Fanah mengungkapkan milik Ferry Gunawan (FG).
“Tempat itu, semua orang tau milik dari Ferry Gunawan,” tutupnya.
Diketahui untuk melakukan pembangunan reklamasi telah tercantum dalam Undang – undang, beberapa diantaranya melalui UU Nomor 27 tahun 2007, UU Nomor 32 tahun 2009, UU 122 tahun 2012 dan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor/25permen – Kp/2019.
Sedangkan diketahui untuk hutan mangrove sendiri dilindungi Undang-Undang (UU) RI nomor (no) 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kemudian UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Bagi yang melakukan perusakan Mangrove dikenai sanksi penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 20 tahun. Ada juga denda paling sedikit Rp1,5 miliar dan paling banyak Rp50 miliar jika melanggar UU nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
(Rivo)