Jakarta, Manadosulutnews – Indonesia mendorong peningkatan konsumsi karet alam di dalam negeri sebagai upaya konkret memastikan kesejahteraan petani karet alam di tengah situasi pandemi Covid-19, sekaligus menjaga kestabilan pasar karet alam di tingkat global. Hal tersebut disepakati Indonesia bersama Thailand dan Malaysia yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) pada pertemuan virtual yang berlangsung 22–23 September 2020.
“Sebagai negara produsen karet alam terbesar kedua di dunia, Indonesia turut merasakan dampak pandemi Covid-19 di sektor karet alam. Untuk itu, Indonesia bersama dua negara produsen karet alam lainnya berkolaborasi merumuskan upaya konkret guna memastikan petani karet tetap mendapatkan harga yang remuneratif di tengah situasi yang tidak menentu seperti sekarang ini,” ujar Plh. Direktur Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan, Antonius Yudi Triantoro.
Yudi menjelaskan, pandemi Covid-19 mengakibatkan munculnya beragam kebijakan, seperti pembatasan keluar-masuk barang, penundaan pembelian karet, hingga karantina wilayah (lockdown). Untuk itu, Indonesia bersama Thailand dan Malaysia terus berkomitmen menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan karet alam di pasar global, termasuk memastikan konsumsi karet alam domestik yang signifikan agar pengurangan ekspor akibat pandemi dapat digantikan dengan penggunaan karet di dalam negeri.
Penyerapan Karet Alam Domestik
Guna meningkatkan konsumsi karet di tiga negara, ITRC melalui Komite Demand Promotion Scheme (DPS) menyampaikan strategi, inovasi, dan program peningkatan penggunaan karet alam di dalam negeri. Situasi pasar dunia yang kurang menguntungkan dengan adanya pandemi perlu disikapi lebih baik. Walaupun terjadi penurunan produksi akibat pandemi, konsumsi dunia juga ikut menurun sehingga menyebabkan harga masih terus tertekan.
“Kami akan terus berupaya memperjuangkan sektor karet alam demi jutaan petani yang menggantungkan hidupnya pada komoditas ini. Banyak peluang yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan konsumsi karet alam seperti penggunaan karet sebagai campuran aspal, maupun produk barang jadi karet yang permintaannya meningkat akibat pandemi Covid-19 seperti sarung tangan karet dan karet perisai radiasi,” lanjut Yudi.
Tidak hanya itu, saat ini ketiga negara bekerja sama dengan lembaga penelitian di masing-masing negara untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk berbasis karet alam lainnya. ITRC juga berkomitmen melanjutkan dan memperbaiki implementasi Supply Management Scheme (SMS) yang berperan penting dalam mencapai keseimbangan pasokan dan permintaan karet alam di pasar global. SMS merupakan program untuk mengelola produksi karet alam di tiga negara dengan mempertimbangkan konsumsi dan produksi karet alam dunia.
Di sisi lain, untuk mewujudkan karet alam berkelanjutan yang memerhatikan tiga aspek utama yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan; ITRC sepakat membentuk komite Sustainable Natural Rubber (SNR). Komite ini diharapkan dapat merumuskan pedoman karet alam berkelanjutan yang dapat meningkatkan posisi tawar yang lebih baik bagi petani dan mendorong perbaikan harga.
“Kita perlu menyusun sebuah pedoman yang dapat diterapkan di ketiga negara untuk memastikan terwujudnya karet alam berkelanjutan di sepanjang rantai nilainya,” pungkas Yudi.
Sekilas Mengenai Karet Alam Indonesia
Karet alam merupakan komoditas ekspor pertanian kedua terbesar Indonesia. Pada 2019, total ekspor karet alam Indonesia tercatat sebanyak 2,58 juta ton dengan nilai USD 3,65 miliar. Persentase ekspor tersebut meliputi 79 persen dari produksi karet alam, sedangkan 21 persennya dikonsumsi pasar domestik.
Sebagai penghasil kedua terbesar karet alam di dunia, pada 2019 Indonesia memproduksi 3,30 juta ton dari lahan perkebunan karet seluas 3,68 juta hektare. Sebanyak 85 persen lahan perkebunan dimiliki dan dibudidayakan oleh 2,2 juta petani karet.
(Stev/KemendagRI)