JAKARTA– Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) RI, DR Jerry Sambuaga, memberikan pemaparan terkait “Perdagangan Internasional dalam Perspektif Kebijakan Global Kementerian Perdagangan”, pada acara “IndoSterling Executive Briefing” bertempat di Graha CIMB Niaga Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Dalam kesempatan berbicara dihadapan para executive IndoSterling Group, Wamendag Jerry Sambuaga memaparkan beberapa hal, seperti pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan nilai ekspor dan impor, serta defisit perdagangan Indonesia, serta beberapa hal terkait hambatan di sektor perdagangan RI. Lebih lengkapnya, simak peyampaian Wamendag RI, DR Jerry Sambuaga, dibawah ini:
Assalamualaikum wr. wb., Saloom, Om Swastiatu, Namo Buddhaya, Salam kebajikan bagi kita semua
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nyalah kita dapat berkumpul bersama pada acara “IndoSterling Executive Briefing” di Graha CIMB Niaga Jakarta.
Dalam kesempatan ini, saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Teman-teman dari IndoSterling atas upayanya menyelenggarakan acara Pagi ini. Hari ini Saya diminta untuk dapat memberikan pemaparan terkait “Perdagangan Internasional dalam Perspektif Kebijakan Global Kementerian Perdagangan”
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Ekonomi Dunia diperkirakan tumbuh 3,0% tahun ini, jauh lebih rendah dari prediksi sebelumnya. Pelemahan pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan terjadi di AS, RRT, dan kawasan Eropa. Perekonomian dunia baru akan mulai membaik di tahun 2025, dengan asumsi tensi perdagangan mulai mereda.
Selain pelemahan ekonomi, IMF juga memperkirakan pelemahan pertumbuhan perdagangan dunia di tahun 2019 hanya naik 1,1%, jauh dari pertumbuhan tahun 2018 yang mencapai 3,6%.
Dari sisi kinerja perdagangan, negara-negara utama eksportir dan importir dunia juga menunjukkan pertumbuhan yang negatif hingga Triwulan III, termasuk Amerika Serikat dan Tiongkok. Pelemahan pertumbuhan ini adalah salah satu sinyal yang patut kita waspadai terkait kemungkinan resesi global yang akan terjadi.
Salah satu indikator yang menunjukkan kerentanan perekonomian suatu negara terhadap kondisi global adalah tingkat keterbukaan perdagangan atau trade openness. Berdasarkan data dapat dilihat semakin tinggi keterbukaan perdagangan suatu negara, maka semakin rentan negara tersebut terhadap dampak tekanan ekonomi global dan semakin besar kemungkinan mengalami resesi.
Sebagai contoh negara-negara dengan tingkat keterbukaan perdagangan besar yaitu Singapura, Meksiko, dan Thailand mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya tidak terlalu terdampak karena tingkat keterbukaan perdagangannya relatif masih rendah.
Di tengah ketidakpastian global dan penurunan permintaan dunia, total ekspor Indonesia periode Januari—Oktober 2019, memang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Total ekspor Indonesia, secara kumulatif, menurun dari USD 150,9 miliar selama Januari—Oktober di tahun 2018, menjadi USD 139,1 miliar pada periode bulan yang sama di tahun 2019.
Sedangkan total impor Indonesia selama Januari-Oktober 2019 tercatat USD 140,9 miliar. Dengan demikian, Indonesia masih mencatat defisit neraca perdagangan sebesar USD 1,8 miliar.
Namun bila kita amati dengan teliti:
Pertama, Defisit Neraca Perdagangan Indonesia menunjukkan perbaikan pada tahun 2019, dari USD 5,6 miliar menjadi USD 1,8 miliar pada periode Januari-Oktober 2019.
Kedua, di tengah penurunan ekspor non migas periode Januari-Oktober 2019, ekspor ke beberapa pasar utama tujuan ekspor utama masih mengalami kenaikan antara lain: Vietnam naik 14,9%; Taiwan naik 5,7%; Singapura naik 3,4%; dan RRT naik 2,0%. Produk utama ekspor yang mengalami peningkatan selama Januari-Oktober 2019 antara lain: Besi dan Baja naik 31,6%; Perhiasan/ Permata naik 18,5%; serta Kendaraan dan Bagiannya naik 10,1%.
Ketiga, lebih dari 90% dari total impor Indonesia adalah berupa barang modal dan bahan baku: 74% adalah bahan baku dan 16% adalah barang modal.
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Saat ini kita sedang menghadapi dua permasalahan utama pada sektor perdagangan. Pertama, banyak negara yang mengadopsi hambatan perdagangan. Kedua, sistem perdagangan multilateral yang dipertanyakan perannya. Selain itu, berbagai isu perdagangan di beberapa negara juga ikut menaikkan tensi perdagangan secara global sehingga menyebabkan pelemahan nilai perdagangan global.
Sementara itu, harga komoditas internasional diperkirakan juga masih belum dapat menopang pemulihan perekonomian dan perdagangan global.
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Saat ini, Indonesia baru saja memasuki era pemerintahan Jokowi 2.0 dimana Presiden Jokowi akan memimpin Indonesia untuk 5 tahun ke depan bersama dengan Bapak Ma’ruf Amin.
Dalam masa jabatan kedua, Presiden Jokowi telah menetapkan lima prioritas, yaitu memprioritaskan pengembangan sumber daya manusia, melanjutkan pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, efisiensi birokrasi, dan transformasi ekonomi.
Khusus kepada Kementerian Perdagangan, Presiden Jokowi memberikan dua mandat, yaitu:
- Menjaga neraca perdagangan melalui penyelesaian perundingan perdagangan, dan bila perlu melakukan reviu yang memberi manfaat kepada ekonomi nasional.
- Pengendalian impor secara selektif, diutamakan bahan baku penolon tujuan ekspor dan investasi.
Guna memenuhi kedua mandat tersebut, Kementerian Perdagangan menetapkan tiga kebijakan utama pada periode 2020-2024, yaitu:
- Menjaga neraca perdagangan dengan meningkatkan ekspor non migas, dengan target ekspor barang/jasa tumbuh sebesar 7,62-10,75% dan ekspor non-migas tumbuh 7,75-11,09%.
- Mengamankan dan memperkuat pasar dalam negeri, dengan indikator proporsi konsumsi nasional sebesar 53% terhadap PDB dan Inflasi pangan ditargetkan sebesar 3,0 ± 1% dan diusahakan menjadi 2,7% Tahun 2024 atau dibawah 2%, serta penekanan impor.
- Menyederhanakan birokrasi yang didukung SDM perdagangan yang profesional dan kompeten.
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Lebih lanjut, dalam melaksanakan mandat presiden serta mengahadapi ancaman resesi global, maka strategi jangka pendek yang dilakukan Kementerian Perdagangan, antara lain:
- Meratifikasi 13 perjanjian yang conclude dan menyelesaikan 11 perjanjian perdagangan internasional.
- Mengendalikan impor secara selektif dengan mengutamakan bahan baku/penolong tujuan ekspor dan investasi-menggiatkan dukungan kepada daerah dan industri/investasi yang berorientasi ekspor.
- Menyederhanakan 18 Permendag ekspor impor, 6 telah selesai, 12 dalam proses.
- Peningkatan Peran Free Trade Agreement Center (FTA Center) di 5 (lima) daerah (Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar dan Medan) dalam rangka utilisasi FTA/CEPA yang sudah pada tahap implementasi.
- Menggiatkan misi dagang ke pasar non tradisional dan pemanfaatan perjanjian perdagangan.
- Perwakilan perdagangan di luar negeri (Atase dan ITPC) lebih aktif sebagai business agent.
Sementara strategi jangka menengah, Kementerian Perdagangan akan melakukan:
- Penyelesaian
Sengketa Dagang di Dispute Settlement
Body (DSB) WTO dalam rangka Mengamankan Kebijakan Perdagangan Indonesia dan
Akses Produk di Luar Negeri.
- Optimalisasi pemanfaatan instrumen Trade Remedies dalam rangka melindungi industri dalam negeri, termasuk pengamanan hambatan ekspor di pasar luar negeri.
- Peningkatan Branding melalui Partisipasi pameran dagang di dalam dan di luar negeri (Trade Expo Indonesia, World Expo Dubai 2020, Hannover Messe, Caexpo, CIIE, dll) serta penguatan misi dagang di mitra dagang utama dan pasar non tradisional.
- Peningkatan SDM UKM Ekspor melalui pelatihan ekspor dengan target pelaku usaha UKM siap ekspor.
Terkait dengan perjanjian perdagangan, secara khusus Kementerian Perdagangan juga menargetkan penyelesaian 11 perundingan yang sedang berjalan dan menginisiasi 13 perundingan dengan negara-negara mitra dagang baru seperti Srilanka, negara-negara Eurasia dan Gulf Cooperation Council.
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Pada kesempatan ini saya juga ingin membangun optimisme akan masa depan Indonesia. Berdasarkan proyeksi perekonomian Indonesia yang dibuat atas survei yang dilakukan oleh perusahaan ternama seperti Mckinsey dan Pricewaterhouse Coopers, Indonesia akan:
● Pada tahun 2025 pendapatan perkapita di Indonesia akan mencapai USD 15.000;
● Di tahun yang sama, populasi Indonesia akan mencapai 300 juta orang, dimana 50% dari mereka akan memasuki usia produktif kerja atau dibawah 30 tahun;
● Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, pada tahun 2030 Indonesia akan memiliki 135 juta rakyat yang masuk dalam kategori consumering class dimana71% dari popilasi akan tinggal di kota dan berkontribusi kepada PDB sebesar 71%.
● Masih di tahun yang sama, Indonesia diprediksi akan menduduki peringkat ke-7 sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia pada tahun 2030, dan peringkat ke-4 di tahun 2050
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya ingin menekankan bahwa walaupun ketidakpastian global sedang terjadi dan adanya ancaman resesi, kita semua harus yakin dengan pengalaman yang dimilikinya Indonesia mampu menghadapi kondisi ini dengan baik.
Mengutip pernyataan para ahli teori ekonomi perdagangan internasional, saya mengajak Bapak/Ibu semua untuk meyakini bahwa perdagangan akan membawa kesejahteraan, seperti disampaikan oleh Adam Smith, David Ricardo dan Hecker-Ohlin. “Perdagangan internasional bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan suatu negara”.
Akhir kata, kami juga mengharapkan sinergi dan kerjasama antara Pemerintah dengan pihak swasta agar terjalin hubungan yang lebih baik kedepannya.
Terima kasih.
(redaksi)