JAKARTA– Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina menyatakan, Indonesia berpeluang besar untuk memenuhi pasokan kebutuhan biomassa yang dibutuhkan Jepang. Peluang ini terbuka sejalan dengan pencanangankebijakan energi ramah lingkungan (green energy) oleh Pemerintah Jepang dalam Basic Energy Plan 2030yang menargetkan produksi listrik sebesar 1.065 Twh.
Dalam kebijakan tersebut, 3,7–4,6 persen sumber energinya berasal dari bahan baku biomassa.Srie mengharapkan Indonesia dapat memberikan produk yang berkelanjutan,baik dari segi kuantitas, harga, dan terutama kualitas. Hal ini disampaikan Srie saat menjadi pembicara kunci dalam seri web seminar (webinar) Indonesia-Japan 20/21Market Access Workshop: Renewable Energyyang diselenggarakan perwakilan perdagangan Indonesia di Jepang pada Selasa,(14/7).
“Revolusi proyek-proyekpembangkit energi di Jepang ke sektor energi terbarukanyang banyak terjadi saat ini membutuhkan pemenuhan pasokan bahan baku biomassa. Ini membuka peluang bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi hutan dan penghasil minyak kelapa sawit(palm oil) terbesar dunia, untuk mengisi kebutuhan biomassa diJepang,khususnya yang berasal dari cangkang sawit (palm kernel shell/PKS) dan pelet kayu (wood pellet),”ujar Srie.
Srie menjelaskan, Jepang merupakan salah satu negara yang konsisten meningkatkan penggunaan sumber energi terbarukan, terutama sejak bencana nuklir yang terjadi di Fukushimapada 2011. Pemerintah Jepang mendorong penggunaan energi terbarukan dalam skala besar dengan kebijakan Feed in Tariff System(FIT)yang diperkenalkan sejak delapan tahun lalu.Dengan skema tersebut, pemerintah Jepang mewajibkan perusahaan listrikmembeli listrik dari sumber energi terbarukan, baik yang berasal dari angin, tenaga surya,dan biomassa dengan tarif sama selama 20 tahun.
Kebijakan insentif yang diberikan pemerintah Jepang melalui FIT telah membuat siklus investasi ke sektor energi terbarukan mengalami peningkatan yang masif.
Guna menangkap peluang ekspor biomassa Indonesia di pasar Jepang, perwakilan perdagangan Indonesia di Jepang melalui Atase Perdagangan KBRI Tokyo bekerja sama denganIndonesian Trade Promotion Center(ITPC)Osaka menjadikan webinar kali ini untuk memberikan pembaruan informasi pasar biomassa Jepang, khususnyadi era pandemi Covid-19, kepada para eksportir Indonesia. Melalui webinar ini, importir Jepang juga memberikan gambaran dan masukan positif bagi pengembangan pasar ekspor produk biomassa Indonesia.Hadir sebagai narasumber dalam webinar ini adalah Peneliti Senior Renewable Energy Institute dan perwakilan importir Jepang, Takanobu Aikawa, dan General Manager eREX Singapore Pte., Ltd., Hiraoki Goto.
Dalam paparannya, kedua narasumber menyampaikan besarnya potensi dan peluang pasar biomassa di pasar Jepang,serta pentingnya aspek keberlanjutan (sustainability) produk yang menjadi perhatian utama Pemerintah dan pelaku bisnis Jepang. Sebelumnya,Pemerintah Jepang telah memberikan kelonggaran atas kebijakan yang mewajibkan perusahaan eksportir PKS untuk mengantongi sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)hingga 2021.
Selain itu, Atase Perdagangan Jepang bekerja samaITPC Osakadan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) juga telah secara aktif berpartisipasidalam pameran perdagangan internasional terbesar di Jepang, The International Biomass Expo,yang berlangsungTokyopada 26—28 Februari 2020.Keikutsertaan dalam pameran ini merupakan upayapromosi eksporyang tepat untukproduk biomassa Indonesia.Atase Perdagangan Tokyo, Arief Wibisono mengungkapkan, konsumsi cangkang sawitdan pelet kayudi Jepang cukup besar sehingga peluang bagi Indonesia juga luas.
“Produk biomassaIndonesia tentu memiliki peluang memimpin pasar di Jepang asalkan kualitas dan kuantitas produk kita dapat dipertahankan sesuai standar yang dibutuhkan pasar Jepang,”ujarArief.
Sementara itu, Kepala ITPC Osaka, Ichwan Joesoef menambahkan,untuk menjawab tantangan dan isu keberlanjutan produk biomassaIndonesia di pasar Jepang, diperlukan sinergi yang baik dalam komunikasi dan promosi antara Indonesia dan Jepang sehingga mendorong perbaikan kualitas dan standar produkyang diinginkan.
“Dengan adanya webinar ini, diharapkan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha biomassaIndonesia dan Jepang dapat terjalin semakin erat, sehingga Indonesia dapat memanfaatkan peluang ekspor biomassayang ditawarkan Jepang secara optimal,”pungkas Ichwan.
Sekilas Perdagangan Indonesia—JepangBerdasarkan data BPS yang diolah Kementerian Perdagangan, total perdagangan Indonesia dan Jepang pada 2019 tercatat sebesar USD 31,6 miliardan surplus bagi Indonesia sebesar USD 341,43 juta. Sedangkan pada Januari—Mei 2020, total perdagangan kedua negara mencapai USD 11,1 miliar atau menurun 16,38 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang senilai USD 13,27 miliar.
Adapun untuk kinerja ekspor produk biomassaIndonesia ke Jepang pada Januari—April 2020,tercatat USD 15,27 juta atau meningkat 0,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
(YMP)