Jakarta, Manadosulutnews – Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia (MITI) secara resmi menghentikan penyelidikan tindakan pengamanan (safeguard) atas produk keramik (ceramic floor and wall tiles) pada 11 Januari 2021. Produk keramik yang terbebas dari pengenaan safeguard tersebut ada dalam kelompok pos tarif/HS code 6907.21.21, 6907.21.23, 6907.21.91, 6907.21.93, 6907.22.11, 6907.22.13, 6907.22.91, 6907.22.93, 6907.23.11, 6907.23.13, 6907.23.91, dan 6907.23.93.
“Penyelidikan safeguard ini dihentikan hanya empat bulan setelah dimulai pada 13 September 2020. Otoritas Malaysia memutuskan menghentikan penyelidikan ini atas tiga pertimbangan. Pertama, tidak terjadi kenaikan volume impor secara absolut selama periode investigasi. Kedua, kenaikan volume impor secara relatif terhadap produksi keramik Malaysia tidak dapat dipastikan. Terakhir, Otoritas tidak dapat memastikan adanya hubungan sebab akibat antara lonjakan impor dengan kerugian serius yang diderita industri keramik Malaysia,” jelas Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi.
Industri keramik Malaysia mengklaim bahwa terjadi lonjakan keramik impor yang menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian bagi industri keramik dalam negeri. Penyelidikan dilakukan mulai September 2020 berdasarkan petisi dari Federation of Malaysian Manufacturers – Malaysian Ceramic Industry Group. Namun, Otoritas Malaysia tidak dapat menemukan bukti-bukti yang mendukung klaim industri keramik Malaysia tersebut. Penyelidikan kemudian diterminasi dan tanpa penerapan bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia ke Malaysia untuk produk keramik yang diselidiki adalah sebesar USD 7,12 juta pada 2019. Nilai tersebut menurun 27,21 persen dibandingkan 2018 yang tercatat sebesar USD 9,78 juta.
Sementara, selama periode Januari–November 2020, Indonesia berhasil membukukan nilai ekspor sebesar USD 8,35 juta atau meningkat 24,41 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya dengan nilai ekspor USD 6,71 juta.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Didi Sumedi menjelaskan, dalam kurun waktu satu tahun terakhir, industri keramik Indonesia telah dua kali terbebas dari rencana penerapan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) oleh negara mitra dagang. “Sebelumnya, keramik Indonesia juga berhasil lepas dari jeratan safeguard Filipina bulan Desember 2019 lalu,” terang Didi.
Dengan kualitas yang sangat bersaing, produk keramik asal Indonesia dianggap memiliki potensi mengganggu kinerja industri keramik dalam negeri Malaysia. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu pemasok utama keramik bagi Malaysia.
“Data statistik impor Malaysia tahun 2019 menunjukkan Indonesia berada di posisi kedua setelah Tiongkok sebagai negara asal impor terbesar bagi Malaysia. Keputusan MITI ini membuka peluang yang besar untuk terus meningkatkan ekspor keramik Indonesia ke negeri jiran,” ujar Mendag Lutfi.
Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menambahkan, kemenangan ini tercapai berkat usaha bersama antara semua pihak. Selama proses penyelidikan berlangsung, pemerintah telah mengikuti berbagai tahapan, mulai dari mendaftarkan diri sebagai pihak berkepentingan; melakukan koordinasi dengan para pelaku usaha, asosiasi, atase perdagangan serta kementerian/lembaga lain; kemudian mengirimkan sanggahan tertulis hingga menyampaikan pernyataan lisan pada pelaksanaan dengar pendapat yang diselenggarakan otoritas; serta menggalang kerja sama dengan importir di Kuala Lumpur.
“Keberhasilan yang diraih di awal tahun ini menjadi pemicu positif dalam upaya pembelaan bersama yang dilakukan Indonesia sepanjang tahun 2021 ini. Selanjutnya, kita harus tetap waspada, mengingat semakin gencarnya negara-negara mitra dagang kita dalam menerapkan tools trade remedy dalam kerangka melindungi industri dalam negerinya ,” pungkas Pradnyawati.
(Stev/KemendagRI)