JAKARTA– Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyampaikan, Indonesia kini terbebas dari pengenaanbea masuk tindakan pengamanan (BMTP) oleh Filipina untuk produk kaca (clear and tinted float glass). Kemenangan Indonesia atas tindakan safeguardini diyakini akan semakin membuka peluang ekspor produk tersebut ke Filipina.Produk kaca yang terbebas dari pengenaan BMTP tersebut ada dalam kelompok postarif/HS code 7005.29.90 (clear float glass), 7005.21.90 (tinted float glass), dan 7005.10.90 (reflective float glass).
Komisi Tarif Filipina memutuskan untuk menghentikan penyelidikan safeguardatas produk kaca (clear and tinted float glass) tanpa pengenaan bea masukkepada semua negara, termasukIndonesia. Keputusan tersebut dikeluarkan secara resmipada 30 Juni 2020, setelah sempat tertunda akibat pandemi Covid-19.Sebelumnya, Indonesia juga dibebaskan dari tuduhan safeguard untuk semen dan keramik.
“Kabar gembira ini diyakini mampu mengembalikan gairah industri kaca Indonesia di pasar ekspor Filipina setelah terancam dikenakan BMTP. Peluang ekspor produk tersebut ke Filipina kembali terbuka lebar,”jelas Mendag.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor produk kaca Indonesia ke Filipina yang diselidiki adalah sebesar USD 635 ribu pada 2019. Nilai tersebut meningkat dibandingkan 2018 yang tercatat sebesar USD 405 ribu. Namun akibat penyelidikan safeguard ini, kinerja ekspor produk kaca dimaksud cukup terpengaruh pada 2020. Selama periode Januari–April 2020, Indonesia hanya membukukan nilai ekspor sebesar USD 270,4 ribu.
Bahkan produk tinted float glass dan reflective float glass mengalami penurunan rata-rata hingga 79 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Dengan kualitas yang sangat bersaing, produk kaca asal Indonesia dianggap memiliki potensi mengganggu kinerja industri kaca dalam negeri Filipina.
“Namun, keputusan pembebasan BMTP akhirnya diambil karena otoritas Filipina tidak dapat membuktikan impor produk kaca menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian terhadap industri serupa di dalam negeri mereka. Keputusan ini tentunya akan mendorong kembali kinerja ekspor produk kaca Indonesia ke Filipina,” ujar Mendag Agus.
Penyelidikan kasus ini dilakukan Departemen Perdagangan dan Industri serta Komisi Tarif Filipina sejak Februari 2019. Hal tersebut sesuai dengan WTO Agreement on Safeguards yang mengatur bahwa setiap negara anggota diperbolehkan menerapkan bea masuk tambahan terhadap produk impor apabila ditemukan lonjakan impor yang menyebabkan kerugian atau ancaman kerugian bagi industri serupa di dalam negeri.
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar NegeriKementerian Perdagangan, Srie Agustina, menjelaskan, secara garis besar apabilasuatu negara ingin menerapkan BMTP, maka pihak otoritas harus memperoleh bukti adanya lonjakan impor, adanya kerugian atau ancaman kerugian, serta hubungan sebab akibat di antara keduanya.
“Dalam kasus produk kaca asal Indonesia ini, tidak semua komponen-komponen tersebut ditemukan dalam penyelidikan,” ujar Srie.
Srie melanjutkan, sebelumnya, pada 22 Oktober 2019, Otoritas Filipina menerapkan pungutan BMTP sementara (BMTPS) sebesar P2,835/MTuntuk produk kaca asal Indonesia.Namun,penerapan BMTPS tersebut telah berakhir pada Mei lalu. Penerapan BMTPS dimaksudkan agar industri domestik Filipina berkesempatan melakukan penyesuaian struktural industrinya. Sementara itu,Direktur Pengamanan PerdaganganPradnyawati menyampaikan, sejak awal Pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmenuntukmengambil langkah proaktif dalam menyikapi penyelidikan ini.Meski begitu, Pemerintah Indonesia terus berusaha memastikan agar upaya yang dilakukan tetap berada dalam koridor aturan WTO.
Pradnyawati menjelaskan, selama proses penyelidikan berlangsung, pemerintah telah melalui berbagai tahapan,mulai dari mendaftarkan dirisebagai pihak berkepentingan,melakukan koordinasidenganpara pelaku usaha,asosiasi,serta kementerian/lembaga lain,mengirimkansanggahan tertulis, hingga menyampaikan pernyataanlisan pada pelaksanaan dengar pendapat yang diselenggarakan otoritas, serta menggalang kerjasama dengan importir di Manila.
“Kita patut banggadengan keberhasilan upayapembelaanbersama yang dilakukan Indonesia dalampenyelidikanini. Namun,kita harus tetap waspada karena belakanganFilipina cukupaktifmenggunakaninstrumen pengamananperdagangan, di antaranyadenganmengenakanspecial agricultural safeguard(SSG) terhadapproduk kopi instan,”jelas Pradnyawati.
Sekilas Mengenai Perdagangan Bilateral Indonesia–FilipinaTotal perdagangan Indonesia-Filipina pada periode Januari—April 2020 telah mencapai USD 2,07miliar, menurun 15,24 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD 2,44 miliar.Sementaraitu, total perdagangan Indonesia-Filipina pada 2019 tercatat sebesar USD 7,78miliar. Nilai ini menurun tipis dibandingkan total perdagangan pada 2018, yakni USD 7,79 miliar.
Komoditas ekspor utama Indonesia ke Filipina pada 2019 adalah kendaraan bermotor, batu bara, kopi instan,dan minyak kelapa sawit. Sebaliknya,impor Indonesia dari Filipina didominasi komponen elektronik, tembaga, polipropilene,dan sekring listrik.
(YMP)