Jakarta, Manadosulutnews – Indonesia akan terus menjalin hubungan bilateral dengan Amerika Serikat dan Tiongkok di tengah perang dagang antara kedua negara tersebut. AS dan Tiongkok merupakan negara mitra strategis bagi Indonesia, termasuk di tengah pandemi Covid-19.
Hal ini disampaikan Menteri Perdagangan RI Muhammad Lutfi dalam diskusi panel virtual Mandiri Sekuritas, Jumat (29/1).
“Indonesia tetap menjalin hubungan baik dengan AS dan Tiongkok serta menjadi mitra yang solid di masa pandemi ini, meskipun terjadi perang dagang di antara kedua negara tersebut. AS dan Tiongkok berperan besar terhadap kinerja perdagangan Indonesia, dan sebaliknya Indonesia merupakan negara yang penting di bidang perdagangan bagi keduanya,” terang Mendag.
Mendag Lutfi menjelaskan, dengan AS, Indonesia mendapatkan skema khusus melalui Generalized System of Preference (GSP) yang pemanfaatannya terus meningkat hingga mencapai 15,2 persen pada periode Januari—November 2020.
Selain itu, pelantikan Joe Biden menjadi Presiden AS terpilih pada 20 Januari lalu merupakan peristiwa strategis bagi hubungan Indonesia dan AS. Prospek ekonomi dan perdagangan Indonesia- AS diperkirakan akan jauh membaik pada kepemimpinan Joe Biden, terlebih lagi kebijakan Presiden Joe Biden mendukung pada hubungan perdagangan yang lebih kondusif serta meningkatkan keterbukaan perdagangan dan investasi.
Di bawah kepemimpinan Joe Biden di AS saat ini dan di tengah perang dagang yang berlangsung, Indonesia kini menerapkan beberapa kebijakan perdagangan. Di antaranya mengoptimalkan pemanfaatan Generalized System of Preferences (GSP) untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar AS; mengupayakan pendekatan keseimbangan perdagangan dan investasi dengan memanfaatkan berbagai perjanjian dagang internasional, memperluas pasar nontradisional; dan menciptakan iklim investasi yang lebih baik untuk AS dan Tiongkok, termasuk fasilitasi perdagangan dan integrasi regional.
Pada Januari—November 2020, ekspor Indonesia ke AS naik 3,57 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Ekspor masih didominasi pakaian jadi sebesar 19,4 persen, elektronik sebesar 9,84 persen, dan produk karet sebesar 7,95 persen. Ekspor Indonesia ke AS menunjukkan tren peningkatan selama pandemi Covid-19.
Sedangkan, impor Indonesia dari AS pada periode Januari—November 2020 turun sebesar 8,91 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Impor masih didominasi oleh bahan galian 12,74 persen, disusul mesin 12,23 persen, dan benih minyak 10,95 persen.
Sementara itu, dengan Tiongkok hubungan kerja sama perdagangan dan investasi Indonesia juga terjalin melalui skema ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Bahkan, fasilitasi perdagangan untuk pemanfaatan ACFTA cukup meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir ini.
Pada periode Januari—November 2020, ekspor Indonesia ke Tiongkok naik sebesar 10,96 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor masih didominasi besi dan baja sebesar 23,7 persen, mineral sebesar 21,48 persen, dan minyak kelapa sawit 10,63 persen. Hal ini menunjukkan ekspor Indonesia ke Tiongkok menunjukkan tren peningkatan yang luar biasa selama pandemi Covid-19.
Impor Indonesia dari Tiongkok pada periode Januari—November 2020 turun sebesar 13,81 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Impor masih didominasi elektronik sebesar 23,51 persen dan disusul mesin sebesar 22,85 persen, dan produk plastik sebesar 4,01 persen.
Dalam sambutannya, Mendag kembali menegaskan, saat ini Indonesia sedang bertransformasi menjadi negara pengekspor barang industri dan industri berteknologi tinggi dari sebelumnya sebagai negara pengekspor barang mentah dan barang setengah jadi.
Transformasi ini terjadi pada produk besi baja dan kendaraan bermotor. Kedua komoditas tersebut adalah fenomena baru dalam ekspor Indonesia di masa yang akan datang. Nilai yang disumbangkan kedua produk ini sangat tinggi dan menjanjikan.
“Sebelumnya, tidak pernah terbayangkan dalam waktu dekat ini Indonesia akan menjadi pengekspor komoditas-komoditas tersebut. Untuk besi dan baja, kini Indonesia adalah negara penghasil terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Indonesia mengekspor lebih dari 70 persen besi baja ke Tiongkok. Pada 2020, komoditas besi baja menempati urutan ke-3 pada ekspor nonmigas Indonesia dengan kontribusi sebesar 7 persen atau senilai USD 10,85 miliar,” terang Mendag.
Mendag menambahkan, total perdagangan AS dan Tiongkok mencakup lebih dari 30 persen total perdagangan Indonesia di tahun 2020. “Ke depannya, hubungan Indonesia dengan kedua negara diharapkan tetap berjalan baik dan dapat semakin berkembang,” pungkas Mendag.
(Stev/KemendagRI)